Irwan Sofwan is a poet and writer from Indonesia. His biography is written below in his mother tongue with a rough translation appended after:
Irwan lahir dan tinggal di Serang, Banten – Indonesia. Karya-karyanya terdapat dalam beberapa buku antologi puisi bersama, di antaranya: Dari Batas Waktu ke Perjalanan Kamar sampai Kabar dari Langit (2006), Candu Rindu (2009), Akulah Musi (2011), Narasi Tembuni (2012) dan juga di beberapa media massa.
Sehari-hari ia bekerja sebagai guru Bahasa dan Sastera Indonesia di SMP PGRI 2 Kota Serang dan aktif berkegiatan di Kubah Budaya (Komunitas untuk Perubahan Budaya) – sebuah komunitas sastera dan budaya yang didirikannya bersama Wan Anwar (alm) dan beberapa kawan satu angkatan. Ia kemudian dipercaya menjabat sebagai ketua Kubah Budaya dari tahun 2006 ke 2009. Bergelut dan berdiskusi bersama komunitas membuatnya lebih mencintai dunia sastera dan semakin terjerumus ke dalam belantara puisi. Puisi seolah menjadi magnet yang menarik keinginannya untuk selalu menulis dan berkarya, meski ia juga sesekali menulis esei dan beberapa artikel yang berkaitan dengan sastera dan dunia pendidikan.
Baginya, menulis puisi adalah mencatat kehidupan. Mengekalkan sekaligus menyatukan pengetahuan, pengalaman batin dan pikiran untuk kemudian dilepaskan mengarungi lautan kehidupan itu sendiri. Dalam lawatannya ke Rimbun Dahan sebagai artist resident, ia berharap dan akan berusaha untuk menemukan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman itu – yang seutuhnya baru – untuk diolah kembali menjadi karya-karya yang memiliki corak berbeda dengan karya-karya yang ia tulis sebelumnya.
Sekarang, Irwan sedang menyiapkan puisi-puisinya untuk diterbitkan dalam sebuah buku yang akan menjadi buku kumpulan puisi pertamanya. Menjadi penyair dan guru adalah hal yang tidak pernah ia cita-citakan semenjak kecil, namun ia bersyukur dapat menjalaninya sekarang ini. Ia pun percaya dengan apa yang dituliskan Herwan FR (penyair, guru dan sahabat) dalam sebuah ulasan untuknya, “Penyair yang baik adalah penyair yang santun. Penyair yang santun adalah penyair yang rendah hati. Penyair yang santun dan rendah hati, berkemungkinan besar termasuk penyair yang beriman dan beraamal sholeh, sehingga terhindar dari azab Tuhan, karena penyair, menurut tuhan, adalah orang yang suka mengembara ke lembah-lembah khayalan. Maka sebagai penyair dan guru adalah sebuah kenikmatan yang harus disyukuri, sebagaimana seorang penyair dan sekaligus kyai.”
—
Irwan was born and lives in Serang, Baten in Indonesia. His works have appeared in a few poetry anthologies, such as Dari Batas Waktu ke Perjalanan Kamar sampai Kabar dari Langit (2006), Candu Rindu (2009), Akulah Musi (2011), Narasi Tembuni (2012) and have also appeared in other mass media.
His day job is as a teacher of Indonesian language and literature SMP PGRI 2 Kota Serang, and he is also active in Kubah Budaya (Community to Change Culture) – a cultural and literary community founded by himself, colleague and friend Wan Anwar, and a few other peers. Irwan was entrusted with the heading Kubah Budaya from 2006 to 2009. Engaging and conversing with the community increased and deepened his love for literature and involvement with poetry. Poetry to him became like a magnet for his deep interest in writing every day; he has also written a few essays about the world of literature and education.
To him, writing poetry is to record life, a way to preserve as well as unite knowledge, experience, and thought to then be released into the flow and waves of each person’s life. During his residency at Rimbun Dahan, he hopes to discover new knowledge and experiences to be formed into works that contain different patterns to works he has written before.
Currently, Irwan is working on writing poems for his first poetry collection. Being a teacher and a poet was something he never even dreamed of, but he is grateful now for the opportunity to be both. He believes in what Herman FR (poet, teacher, and friend) once wrote, “A good poet is a poet that is a mannered poet. A mannered poet is a humble poet. A mannered and humble poet has a high likelihood of becoming a poet of deep belief and piety, escaping the punishments of God – because poets, according to God, are those who like to explore the wilderness of fantasy and the imagination. Therefore to be both a poet and a teacher is a pleasure to be appreciated.”
Irwan Sofwan